No Fools: Humor dan Kesehatan Mental

No Fools: Humor dan Kesehatan Mental

Juliette yaitu copywriter MQ dan komedian profesional.

Beberapa orang mungkin berpikir bahwa penyakit mental bukanlah hal yang bisa ditertawakan. Tetapi bagi orang lain, hayati dengan kondisi kesehatan mental sebenarnya bisa membantu dengan satu atau dua lelucon.

Jadi, menjelang April Mop besok, kita akan memandang bagaimana humor terkadang sanggup membantu saat menghadapi penyakit mental dan kenapa komedi bisa menyembunyikan lebih dari sekadar air mata badut.

Karakter penipu dalam mitologi berjalan di garis antara mengatakan apa yang sanggup diterima secara sosial dan apa yang tak sanggup diterima secara sosial – ketegangan meningkat dan kelegaan datang dari tawa. Berbicara secara evolusioner, tawa datang sebagai kelegaan dari ketegangan. Seorang makhluk hidup gua mungkin melarikan diri dari harimau bertaring tajam, bangunan ketegangan, hanya buat membikin pemangsa jatuh ke tepi jurang. Mungkin gua kita akan tertawa dikarenakan hasil ceritanya berbeda dengan yang ditakutkan. Ketegangan berkurang dan sistem saraf kita mau rileks. Tubuh kita kemudian tertawa buat mengatur ulang, buat melepaskan diri, buat memijat dirinya sendiri secara internal dengan nyanyian lembut diafragma kita yang beralih atau dikenal dengan tawa.

Apakah lelucon itu cerita yang lebih panjang atau singkat, itu membangun ketegangan, lalu mengempiskannya dengan alur cerita. Kami pikir kami tahu ke mana kami akan pergi dan kemudian kami terkejut dan bahagia dengan jack-pisau lucunya. Seperti harimau bertaring tajam yang mengejar makhluk hidup gua, kita dikejar oleh pikiran kita sendiri yang memprediksi apa yang akan terjadi dan seperti makhluk hidup gua yang menertawakan apa yang tak dimakan, kita tertawa ketika sebuah lelucon menantang kita buat berpikir secara berbeda dan memandang sesuatu secara berbeda.

Lelucon bisa menjadi langkah tercepat buat mengubah pikiran seseorang tentang sesuatu. Bagaimana saya bisa tahu? Saya telah bekerja sebagai komedian selama lebih dari satu dekade. Dan saya telah bekerja buat mengubah pikiran orang tentang penyakit mental buat durasi yang lama.

Beberapa orang mungkin menganggap topik penyakit mental susah buat didiskusikan. Beberapa orang masih takut dengan gagasan “kegilaan” dan takut pada orang sakit jiwa dikarenakan stigma yang meluas yang coba diatasi oleh jasad amal seperti MQ. Namun, ketegangan itu bisa hadir. Beberapa orang masih memandang penyakit mental sebagai sesuatu yang berada di luar batas dari apa yang “diterima secara sosial”. Stigma sedang ditantang dan durasi sedang berubah. Dan komedi sanggup dan telah menjadi alat yang hebat buat membantu memajukan percakapan.

hadir beberapa saran saat bercanda tentang penyakit mental. Apakah lelucon itu dari sudut pandang yang cerdas? Akankah si joker mau bertanggung jawab atas kata-katanya? Siapa atau apa yang menjadi sasaran lelucon itu? Selalu hadir lelucon, jadi siapa atau apa itu? Dan apakah lelucon meninju (menjatuhkan kekuatan atau konsep yang lebih tinggi yang perlu, dalam pandangan pelawak, buat menjatuhkan satu atau dua pasak?) atau meninju (meremehkan atau menyakiti orang atau sekelompok orang yang sudah tertindas atau diunggulkan?) . Inilah sebabnya kenapa lelucon tentang Hitler selama Perang internasional II sangat krusial – kekuatan besar yang mengancam kehidupan dan langkah hayati perlu diturunkan satu atau dua patok. Lelucon mempunyai kekuatan buat menyebar, menyamakan, dan menantang.

Artikel Populer :   Apa yang Harus Dilakukan andaikata dirimu Mengalami Keadaan darurat Psikiatri - griya Liputan

ketika saya bercanda tentang penyakit mental saya di atas panggung, saya memastikan bahwa saya mengetahui hal di atas. Saya menertawakan stigma dan kesalahpahaman. langkah saya menampilkan diri saya menampilkan pakaian dan riasan yang cerah, berkilau, dan berwarna-warni buat melawan gambaran “kepala di tangan” atau “hitam putih” bertahun-tahun dari orang-orang dengan penyakit mental Saya menampilkan diri saya apa adanya, dan lelucon menemukan rona dan kegembiraan dalam rasa sakit dari pengalaman yang saya alami dengan penyakit mental.

Komedian sering dianggap sebagai nyawa pesta, tapi apa yang terjadi saat pesta usai?

tak mengherankan, penelitian menunjukkan bahwa komedian lebih mungkin mengalami penyakit mental daripada populasi khalayak umum. Faktanya, dalam sebuah studi tahun 2014, komedian terbukti mempunyai peluang lebih tinggi buat menunjukkan penyakit mental termasuk karakteristik-karakteristik psikotik daripada orang yang tak menjadikan tawa sebagai garis hayati mereka.

Dalam studi komedian yang disebutkan di atas – artinya mereka yang mencari nafkah dari pagelaran komedi secara profesional sebagai lawan dari aktor – komedian terbukti mempunyai “struktur kepribadian yang tak normal yang sanggup membantu menjelaskan fasilitas dalam penampilan komedian”. Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Oxford juga menemukan bahwa komedian lebih mungkin mengalami peristiwa traumatis di masa kecilnya, yang sanggup berkontribusi pada perkembangan kondisi kesehatan mental di kemudian hari.

Salah satu komedian terkenal yang berbicara secara terbuka tentang kesehatan mentalnya yaitu Jim Carrey. Carrey terbuka tentang perjuangannya melawan depresi dan bahkan menyebutnya “pertempuran seumur hayati”. Dalam wawancara tahun 2020 dengan durasi New York, Carrey mengatakan bahwa dia “mengalami hal-hal yang berbeda [his] hayati menginformasikan depresi.”

Orang jenaka terkenal lainnya yang terbuka tentang pengalamannya dengan kesehatan mental yaitu Sarah Silverman. Silverman telah berbicara tentang perjuangannya melawan depresi dan kecemasan, dan bahkan memasukkan pengalamannya ke dalam komedi. Dalam wawancara tahun 2015 dengan Mempesona, Silverman menyatakan, “Saya mau menghilangkan stigma yang dialami orang. Saya kehilangan orang uzur perempuan saya; saya akan meninggal juga. Itulah hayati. tak hadir tragedi dalam hayati; itu hanya komedi.”

Artikel Populer :   hidup dengan Gangguan Skizoafektif

Melanjutkan daftar orang-orang luar normal jenaka yang terbuka tentang kesehatan mental mereka yaitu Maria Bamford. Bamford telah berbicara tentang perjuangannya dengan gangguan bipolar dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan bahkan memasukkan pengalamannya ke dalam komedi. Dalam serial Netflix-nya “Lady Dynamite”, Bamford mengeksplorasi perjalanan kesehatan mentalnya sendiri dengan humor dan kerentanan.

Favorit pribadi penulis dan pemeran komedi yang menggunakan humor buat mengatasi penyakit mental ini yaitu Stephen Fry. Fry telah berbicara secara terbuka tentang perjuangannya dengan gangguan bipolar, dan bahkan menulis buku tentang pengalamannya. Dalam buku tersebut, Fry membahas bagaimana humor telah menjadi bagian krusial dari strategi penanggulangannya, dengan mengatakan, “humor, seperti cinta, sanggup memperkuat dari apa pun.”

Tentu saja, kita harus menghormati seorang komedian yang terbuka tentang perjuangannya melawan penyakit mental dan orang yang menjadi penulis karir panggungnya, Robin Williams. Williams dikenal dikarenakan pagelaran komedi berenergi tinggi, tetapi dia juga berjuang melawan depresi dan kecanduan sepanjang hidupnya. Pada tahun 2014, Williams meninggal dikarenakan bunuh diri, memicu perbincangan tentang interaksi antara kreativitas dan penyakit mental. Selama durasi ini saya cukup sering diundang buat berbicara di utama khalayak umum tentang komedi dan penyakit mental saya, yang mengarah ke percakapan krusial di mana saya mendapat hak istimewa buat menjadi bagiannya.

Jadi kenapa komedian lebih mungkin mengalami penyakit mental? hadir beberapa alasan yang terbukti secara medis kenapa orang jenaka sering sakit jiwa. Salah satu alasannya yaitu bahwa humor sanggup digunakan sebagai mekanisme mengatasi emosi negatif. Komedian sanggup menggunakan humor buat menyembunyikan rasa sakit dan menampilkan sisi luar yang bahagia kepada internasional, bahkan kalau mereka sedang berjuang di dalam. Kedengarannya akrab…

Selain itu, gaya hayati seorang komedian bisa membikin stres dan tak sanggup diprediksi. Komedian sering bekerja berjam-jam, sering bepergian, dan menghadapi penolakan dan kritik secara teratur. Hal ini sanggup menyebabkan tingkat stres dan kecemasan yang tinggi, yang sanggup berkontribusi buat mengembangkan atau menantang pemulihan dari kondisi kesehatan mental. Sekali lagi, ini asing bagi penulis MQ yang rendah hati ini.

hadir juga bukti yang menunjukkan bahwa kreativitas dan penyakit mental mungkin terkait. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Affective Disorders menemukan bahwa perseorangan dengan gangguan bipolar mendapat skor lebih tinggi pada ukuran kreativitas daripada perseorangan tanpa gangguan tersebut. Ini menunjukkan bahwa mungkin hadir interaksi genetik atau biologis antara kreativitas dan penyakit mental.

Artikel Populer :   Penelitian Kecemasan: 4 Perkembangan primer

Tapi kenapa kreativitas humor harus diajarkan saat menghadapi penyakit mental?

Humor telah lama dikenal sebagai mekanisme koping yang kuat buat menghadapi situasi susah. Saat kita menggunakan humor buat mengatasinya, kita sanggup menjauhkan diri dari masalah kita, mendapatkan perspektif, dan bahkan menemukan momen kegembiraan dan kesembronoan di kedalaman yang susah. Humor memungkinkan kita buat mengendalikan situasi kita. ketika kita menemukan humor dalam pengalaman yang susah, kita tak lagi bergantung pada emosi kita. Sebaliknya, kita sanggup menciptakan rasa kebebasan dan pemberdayaan, yang krusial bagi kesejahteraan mental kita.

faedah lain menggunakan humor buat mengatasinya yaitu membantu kita membangun ketahanan. ketika kita menemukan saat-saat gembira di tengah pergumulan, kita sanggup memanfaatkan kekuatan batin kita dan menemukan keinginan bahkan dalam situasi yang paling susah sekalipun.

hadir juga bukti ilmiah yang mendukung penggunaan humor dalam mengatasi penyakit mental. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Neuropsychiatry menunjukkan bahwa humor dikaitkan dengan efek anatomis yang positif. Studi lain yang diterbitkan dalam Journal of Nervous and Mental Disease menemukan bahwa humor dikaitkan dengan berkurangnya gejala depresi dan kecemasan pada perseorangan dengan skizofrenia. Studi lain yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Psychology menemukan bahwa humor dikaitkan dengan berkurangnya gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Dan bagi saya pribadi, kenapa saya memilih komedi buat mengatasinya? Nah, bagi saya itu menyelamatkan hayati saya. ketika saya tak bisa menertawakan apa pun yang saya pikirkan atau rasakan, mendengar orang lain tertawa yaitu rakit penyelamat di lautan pikiran sedih. ketika saya tak sanggup menemukan kegembiraan atau alasan buat terus maju, kalau saya sanggup membikin orang lain tertawa, saya sanggup mengingatkan diri sendiri bahwa hayati ini mengejutkan. Tertawa yaitu reaksi dari keterkejutan dan kegembiraan, dan itu mengingatkan saya betapapun gelapnya rasanya, hayati bisa mengejutkan dirimu. Layaknya sebuah lelucon yang akan mempunyai twist ending, tak acuh seberapa gelap cuacanya, selalu hadir kemungkinan cahaya tiba-tiba menangkap dirimu tanpa ekspektasi atau prediksi. Jadi tunggu bagian lucunya, berapa lama pun penyiapannya.

krusial buat diingat bahwa tak semuanya komedian atau perseorangan yang sakit jiwa itu sama. Penyakit mental itu kompleks dan majemuk, dan krusial buat tak menggeneralisasi atau membikin stereotip perseorangan berdasarkan profesi atau pengalaman mereka. krusial bagi komedian dan semuanya perseorangan buat memprioritaskan kesehatan mental mereka dan mencari donasi bila diperlukan.